. Generasi Seni Reog Ponorogo: Asal Usul Reog Ponorogo
Photobucket
LESTARIKAN BUDAYA LELUHUR
Photobucket

Sabtu, 20 Februari 2010

Asal Usul Reog Ponorogo


PONOROGO. Di tengah banyak diperdebatkan banyak orang tentang asal-usul dan kepemilikan Reyog Ponorogo , mungkin juga muncul banyak versi mengenai kesenian tradisional tersebut. Salah satunya adalah versi Pemerintah Kabupaten Ponorogo sebagai pemilik ‘ sah ‘ seni adilihung itu.Dalam buku Pedoman Dasar Kesenian Reyog Ponorogo Dalam Pentas Budaya Bangsa, yang diterbitkan pada 1 Agustus 1993, jelas tergambar bagaimana seni reog lahir. Buku yang diterbitkan era Bupati Gatot Sumani itu, menyebutkan reog Ponorogo yang semula disebut BARONGAN sebagai satire atau sindiran dari Demang Ki Ageng Kutu Suryongalam terhadap Majapahit, Prabu Brawijaya V yang bergelar Bhree Kertabumi. Terwujudnya barongan merupakan sindiran kepada raja yang sedang berkuasa yang BELUM melaksanakan tugas-tugas kerajaan secara tertib, adil dan memadai. Sebab, kekuasaan raja dikuasai atau dipengaruhi bahkan dikendalikan oleh permaisurinya.


Budaya rikuh pakewuh sangat kuat di benak masyarakat untuk mengingatkan atasannya. Oleh karena itu metode sindiran merupakan salah satu cara untuk mengingatkan atasannya secara halus. Menurut buku yang dirumuskan oleh tim yang berjumlah 10 orang ini , juga tertulis pola pendekatan dengan bahasa seni adalah merupakan media efektif dan efisien yang hasilnya akan berdampak positif penuh pengertian mendalam.


Ki Ageng Suryongalam menyadari, sebagai bawahan tidak dapat berbuat banyak. Maka alternatif lain yang ditempuh terpaksa memperkuat dirinya denegen pasukan perang yang terlatih berikut waroknya dengan berbagai ilmu kanuragan.


Berawal dari cerita inilah asal ususl reog Ponorogo dalam wujud seperangkat merak dan jathilan sebagai manifestasi sindiran kepada Raja Majapahit. Raja dikiaskan sebagai harimau yang ditunggangi oleh merak sebagai lambang permaisuri ( yang menguasai suami ).


Perkembangan seni reog waktu itu terus bertahan dan berkembang. Yang awalnya sebagai media untuk mensindir raja, akhirnya berkembang sebagai media komunkasi langsung kepada masyarakat. Pada masa kekuasaan Batoro Katong oleh KI Ageng Mirah ( pendamping setia Batoro katong ), dipandang perlu tetap melestarikan barongan tersebut sebagai alat pemersatu dan pengumpul masa yang efektif. Sekaligus sebagai media infomrasi dan komunikasi langsung kepada masyarakat.


Dengan daya cipta dan rekayasa yang tepat Ki Ageng Mirah membuat cerita legendaris, yaitu terciptanya kerajaan Bantarangin dengan rajanya Klana Sewandono yang sedang kasmarana ( Klana Wuyung ). Hasil daya cipta Ki Ageng Mirah ini berkembang di masyarakat Ponoprogo dan diyakini hingga kini cerita itu benar-benar terjadi. Bahkan diyakini, bekas kerajaan Bantarngin ini masih tetap ada yang berlokasi di wilayah Somoroto kecamatan Kauman.


Keberhasilan Batoro Katong dalam mengamankan wilayah kerajaan Majapahit, khususnya Kadipaten Ponorogo dan berhasil pula menyiarkan agama Islam secara damai, maka dalam dadak merak ditambah satu tetenger ( tanda) dengan seuntai merjan ( tasbih ). Tasbih ini diletakkan pada ujung paruh merak, sedangkan lambang ular yang sudah ada tetap utuh terpelihara. Perkembangan reog yang semakin digemari oleh masyarakat bagian wilayah Kerajaan Majapahit khususnya Ponorogo, terus tumbuh dan berkembang lengkap dengan warok dan gemblaknya


Oleh Batoro Katong sendiri alat-alat kesenian dimanfaatkan sebagai media da’wah. Menurut bupati pertama Ponorogo itu, kata REYOG berasal dari kata RIYOQUN yang maknanya berarti Khusnul Khotimah. Menurutnya, walau pun seluruh perjalanan hidup manusia dilumuri dengan berbagai dosa dan noda, bilaman sadar dan beriman akhirnya bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Demikin pula instrumen alat musik untuk mengiringi tarian reog masing-masing juga diberi nama yang bermakna oleh Batoro Katong. Tentunya semuanya mengarah pada satu tujuan DA’WAH.


Kesenian Reog Ponorogo dalam pentas seni pernah mengalami pasang surut. Pada masa penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang kesenian yang penuh dengan unsur magis yang vulgar ini, mengalami masa suram. Hal itu karena dengan seringnya masyarakat berkumpul akan mengundang kecurigaan pemeritahan penjajahan waktu itu. Yang pada akhirnya seni reog dilarang sama sekali.


Kemunculan kembali seni yang penuh dengan batiniah dilapisi unsur magis ini, terjadi setelah Indoensia meredeka pada 17 Agustus 1945. Namun sangat disayangkan, karena dijadikan sebagai alat organisasi politik pada masa itu. Maka akhirnya muncullah beberapa perkumpulan reog Ponorogo seperti BREN ( Barisan Reyog Nasional ), CAKRA ( Cabang Kesenian Reyog Agama ), BRP ( Barisan Reyog Ponorogo ), KRIS ( Kesenaian Reyog Islam ) dan sebagaianya.


Untuk membendung kekuatan Reyog PKI pada saat itu, muncullah seni Gajah-gajahan dan Unta-untaan yang terjadi pada masa puncak kejayaan Nasakom. Di mana waktu itu PKI mendominasi seni ini dengan barisan Reyog Ponorogonya. Baru setelah PKI dibubarkan kesenian Reyog Ponorogo muncul kembali dan mulai dibina secara utuh dan terarah oleh Pemerintah Orde Baru.


Untuk menggambarkan perjalanan sejarah Ponorogo termasuk seni reyognya, setiap tahun Pemerintah Kabupaten Ponorogo menggelar ritual Kilasan Sejarah pemerintahan Kabuapten Ponorogo. Dalam kilasan sejarah yang diaktualisasikan melalaui pawai dari kota lama ke kota baru ini, seni reyog lengkap dari seluruh pelosok wilayah Ponorogo dan gajah-gajahan selalu ditampilkan. Sedangkan untuk melestarikan keberadaan seni reog sendiri , setiap tahun juga digelar Festival Reyog Nasional dan Reog Mini

1 komentar:

Unknown 17 Juni 2011 pukul 06.01  

persis seperti tulisan dalam buku : ''Sisi Senyap Politik Bising" editor: A.Budi Susanto. halaman 227-228. dalam buku aslinya : Political culture of postcolonialism in Indonesia; collection of articles.
terlalu berani untuk tidak mencantumkan resensi buku dan penulis aslinya! semoga bisa lebih mengerti dan bijak.
Salam Budaya!!!

Posting Komentar

TINGGALKAN JEJAK ANDA


ShoutMix chat widget

280 Px

  © Blogger templates The Transformers by Blog Tips And Trick 2009