Jalan Jalan di Kota Reog
Ponorogo kota reyog.. Disinilah ‘markas besar’ kesenian reyog yang menjadi salah satu icon Indonesia di mata dunia. Sebuah kota kecil dengan segala ke-khas-an nya yang mampu menyihir jutaan manusia untuk menengok eloknya kota reyog. Kota seribu warok, mungkin kata tersebut juga tepat untuk ditempatkan sejajar dengan istilah kota reyog. Mengapa tidak, ketika orang berbicara tentang reyog, maka tak akan mampu dipisahkan dengan warok yang juga menjadi sebutan khas untuk orang Ponorogo. Selain itu masih banyak lagi alasan yang menjadikan Ponorogo untuk dikunjungi.
Selain reyog, Ponorogo juga mempunyai satu wisata budaya yang sangat sayang untuk di lewatkan. Grebeg Suro atau suroan, begitulah orang menyebutnya. Rutinitas yang di gelar tiap bulan Suro (Muharam) ini adalah salah satu event terbesar yang di gelar di Ponorogo.Berbagai kegiatan ikut meramaikan pesta tahunan rakyat Ponorogo ini. Seperti Kirab Pusaka, Larung Do’a di Telaga Ngebel, Festival Reyog Nasional dan masih banyak lagi kegiatan yang diselenggarakan untuk memeriahkan bulan Suro di Ponorogo.
Di kota manapaun, ternyata wisata masih menajdi salah satu magnet kuat untuk menarik wisatawan. Begitu halnya dengan Ponorogo. Bukan hanya dengan penampilan seni reyog yang telah tersohor sampai ke negeri seberang, tetapi Ponorogo mencoba mengundang ‘tamu’ sebanyak-banyaknya dengan berbagai macam suguhan wisata yang tak kalah menarik dengan daerah lain. Ada wisata budaya, wisata religi, wisata kuliner dan juga wisata alam yang begitu mempesona.
Dipusat kota Ponorogo, terdapat sebuah gedung bertingkat yang sangat megah, gagah, dan berwibawa, menggambarkan kepribadian pemerintahan Ponorogo yang siap mensejahterakan rakyatnya. Di depannya terdapat tanah luas dengan ‘dijaga’ oleh singa-singa perkasa di empat sudutnya. Juga terdapat sebuah panggung raksasa yang siap memamerkan seni dan kreatifitas seluruh maha karya yang terdapat di Ponorogo. Inilah yang disebut Aloon-Aloon Ponorogo, yang siap menanti kehadiran warganya untuk menyaksikan betapa dahsyat nya kota Ponorogo. Disisi barat aloon-aloon terdapat sebuah masjid yang sangat indah, yang cukup untuk melukiskan keindahan jiwa-jiwa religi masyarakat Ponorogo. Sebuah menara tinggi ikut mendampingi bangunan utama Masjid Agung Ponorogo letaknya di samping pintu utama masjid. Dengan di doninasi warna hijaunya, masjid tersebut menjanjikan kedamaian bagi setiap orang yang memasukinya untuk beribadah kepada Sang Maha Pencipta.
Mencoba menelusuri jalan menuju pinggiran kota Ponorogo sebelah selatan, disana kita akan temukan sebuah sentra industri kompor. Tepatnya arah selatan kota Ponorogo sekitar 2 km dari pusat kota. Kebanyakan masyarakat Ponorogo menyebutnya dengan sebutan ‘kompor Paju’. Ya, karena kompor-kompor tersebut di buat di kelurahan Paju, Ponorogo. Di kawasan ini pula sedang di bangun sebuah rumah sakit dengan menelan biaya sebesar Rp. 57.582.600.000,- (ponorogo.go.id).
Menuju ke desa Josari kec. Jetis, disini kita akan disughi salah satu makanan khas POnorogo yaitu jenang Mirah. Disebut jenang Mirah karena yang mempunyai usaha ini bernama Mbah Mirah. Makanan ini terbuat dari tepung beras atau ketan yang kemudian dimasak dengan di campur santan kelapa dan gula. Rasanya yang lezat pasti akan membuat kita semkain kangen dengan slah satu produk andalan Ponorogo ini. Bukan hanya rasanya yang fantastic, tapi cara membuatnya pun juga unik. Mungkin inilah yang membuat jenang Mirah semakin khas sehingga orang tak mudah untuk menirunya.
Masih di seputaran kec. Jetis, tepatnya arah timur laut dari perepatan jetis disana kita akan menjumpai sebuah bangunan masjid dan makam seorang penyebar islam di desa Tegalsari. Masjid Tegalsari, begitulah kebanyakan warga menyebutnya. Masjid ini selalu ramai di kunjungi oleh para peziarah, terutama pada bulan Ramadhan pada 10 hari terakhir.
Di kec. Mlarak tepatnya di desa Gontor, akan kita temukan sebuah pondok yang berpaham modern yaitu Pondok Modern Darussalam Gontor. Pondok ini adalah pondok yang telah bertaraf internasional. Para santrinya berasal dari seluruh pelosok Indonesia, konon ustadz nya (guru) ada yang sebagian di datangkan dari luar negeri.
Arah barat dari Gontor kita akan menuju ke desa Jabung. Disinilah kita akan merasakan nikmatnya dawet Jabung. Sentra warung dawet ini ada di seputaran perempatan jabung. Dengan harga yang cukup terjangkau kita akan merasakan kenikmatan dawet asli jabung yang tidak kan kita dapatkan di tempat lain.
Setelah kita capek putar-putar di ‘dataran rendah’ langsung saja kita menuju ‘puncak’ Ngebel. Sudah tidak asing lagi bagi kita bahwa disini kita akan mendapatkan kesejukan khas telaga Ngebel. Panorma yang cukup memikat, dengan udara yang sejuk siap melupakan penat kesibukan kita sehari-hari. Kurang lengkap jika kita tidak sekalian menyantap ikan nila bakar khas Ngebel. Banayak rumah makan yang berada di pinngir telaga yang siap memanjakan kita denagn pesona yang luar biasa serta lezatnya nila bakar tersebut. Disini pula tempat digelarnya larung do’a yang selalu dilaksanakan pada tiap 1 suro.
Selain itu masih banyak sekali yang kita dapat nikmati di Ponorogo, ada sate Ponorogo, nasi pecel Ponorogo, gethuk, atau sekedar melepas lelah sambil nyantai di angkringan pinggiran jalan baru (dalan anyar) yang siap memberikan kenikmatan es degannya. Di daerah Soomoroto kita juga akan menjumpai sentra kerajinan reyog, di Paju juga ada sentra industri gamelan dan soufenir khas reyog. Di pegunungan Sooko kita kan dibuat terpesona oleh indahnya air terjun Plethuk. Juga tak jauh dari sana kita kan menemukan goa Maria Fatima yang tak kalah eloknya.Dan masih banyak lagi yang membuat Ponorogo semakin dikenal se-antero jagad ini. Dari Ponorogo menyapa dunia.
0 komentar:
Posting Komentar