. Generasi Seni Reog Ponorogo: Jeruk Keprok Pulung Jadi Favorit
Photobucket
LESTARIKAN BUDAYA LELUHUR
Photobucket

Sabtu, 20 Februari 2010

Jeruk Keprok Pulung Jadi Favorit


Satu petak tanah kering milik Sutaji (29) di lereng Gunung Wilis termasuk tanah marjinal dan kritis. Letaknya di punggung bukit, diapit jurang yang dalamnya sekitar 50 meter. Tempat ini hanya sekitar satu kilometer arah ke bawah dari Danau Ngebel yang legendaris itu.
.............................


Singkong pun sulit hidup dengan baik. Sekali tanam paling banter cuma menghasilkan dua keranjang singkong yang nilainya tidak lebih dari Rp 20.000.

Namun, tanah yang kini ditumbuhi 140 pohon jeruk keprok pulung berusia enam tahun itu mampu mengangkat nasib Sutaji. Selama dua tahun (2003-2004) jeruk itu bisa menghasilkan Rp 25 juta. Pedagang yang menjual jeruk itu ke Kota Surabaya atau Jakarta bisa memperoleh untung 30-50 persen dari harga di atas.

"Tahun ini saya harapkan hasilnya lebih besar," kata Sutaji didampingi Ketua Kelompok Tani Dusun Semambu, Desa Jenangan, Teguh (30). Di dusun yang terletak sekitar 20 kilometer arah timur Kota Ponorogo, Jawa Timur, ini terdapat 67 petani jeruk dengan luas areal tanam sekitar 10 hektar. Di atasnya tumbuh subur lebih dari 15.000 pohon keprok pulung.

Baik Teguh maupun Sutaji mengakui, sampai tahun 1980-an makanan pokok penduduk daerah itu adalah tiwul. Ubi kayu yang dikeringkan dijadikan tepung lalu dimasak. Tetapi sekarang, hampir semua penduduk sudah bisa makan nasi.

"Sebagian ekonominya meningkat karena kerja di luar negeri. Sebagian lainnya karena tanaman jeruk," tutur Tajib (34), pembina petani dalam budidaya jeruk keprok pulung.

Sutaji malahan sudah bisa memperluas kebunnya dengan 175 pohon jeruk yang kini berusia tiga tahun dan mulai berbuah. Juga membeli sepeda motor untuk alat transportasi sehari-hari.

Keprok pulung terbukti telah mampu memperbaiki ekonomi petani Semambu. Juga membuat tanah-tanah kritis menjadi produktif, sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Sayangnya, Pemkab Ponorogo belum memberikan dukungan, apalagi bantuan dan fasilitas.

Kisah Sutaji lain dengan Hariyanto (42), Ketua Kelompok Tani Srimulyo di Desa Bedrug, Kecamatan Pulung. Ayah dua anak ini pada 1985/1986 "dimusuhi" aparat pemerintah dan penyuluh pertanian karena tak mau membabat tanaman jeruknya.

Saat itu terjadi gerakan massal untuk memusnahkan tanaman jeruk akibat serangan virus CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration). Hariyanto tetap mempertahankan sekitar 340 pohon keprok pulung miliknya. Dan tanaman itu kini sudah berusia lebih dari 20 tahun, dalam keadaan sehat dan segar.

Bahkan pada musim panen Mei 2005, ada pohon yang bisa menghasilkan lebih dari 1.000 buah. Jika rata-rata delapan buah jeruk beratnya mencapai satu kilogram, berarti satu pohon menghasilkan 1,25 kuintal. Jika harga pasaran rata-rata Rp 3.500 per kg, nilai buah dari satu pohon jeruk itu lebih dari Rp 400.000. Kedengarannya fantastis, tetapi itu kenyataan.

Di lokasi itu Hariyanto masih memiliki 250 pohon keprok pulung. Tahun ini rata-rata tiap pohon menghasilkan 41,5 kilogram sehingga produksi seluruhnya sekitar 10,4 ton. Dalam bentuk uang mencapai lebih dari Rp 36 juta. Suatu jumlah yang sangat besar untuk desa yang terletak 10 kilometer arah timur kota Kecamatan Pulung itu.

Kisah-kisah sukses petani keprok pulung di Ponorogo masih bisa disusun berderet-deret. Dan deretan itu akan semakin panjang bila ditambah dengan sukses yang dialami petani keprok siem.

Menurut catatan Tajib, tahun 2005 ini di seluruh wilayah Ponorogo terdapat sekitar 1.000 hektar tanaman keprok pulung dan 1.200 hektar keprok siem.

"Tiap tahunnya tanaman jeruk di sini bertambah sekitar 50 hektar," ujar Tajib yang tahun 2005 masuk dalam nominasi "pelaku agribisnis" untuk tingkat Jatim. Ditambahkan, sebagian areal baru ditanam di sawah dan menggusur areal tanaman pangan.

Daya tarik tanaman jeruk terletak pada keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan dengan tanaman padi dan palawija. Paling sedikit tiga kali lipatnya, bahkan ada yang sampai 10 kali lipat.

Pengalaman Kepala Desa Paringan Setyo Tri Harianto (41), satu petak sawah (1.400 meter persegi) jika ditanami padi-palawija menghasilkan sekitar Rp 2 juta per tahun. Namun, tanaman jeruk bisa mencapai hasil sampai Rp 10 juta setahun.

Di Ponorogo juga tidak ada pasar khusus untuk jeruk. Pedagang eceran terdapat di pasar-pasar umum, pinggiran jalan, serta pasar buah di Jalan Gajah Mada. Sedangkan pasar keprok pulung untuk partai besar ada di pertigaan Pulung.

"Selama ini pemerintah tidak memerhatikan petani," tegas Tikno Riyanto (45), Ketua Kelompok Tani Tunas Muda Desa Serag, Kecamatan Pulung.

Jika kejayaan keprok pulung ingin dibangkitkan kembali memang diperlukan perhatian, bimbingan, dan bantuan yang memadai dari Pemkab Ponorogo.

0 komentar:

Posting Komentar

TINGGALKAN JEJAK ANDA


ShoutMix chat widget

280 Px

  © Blogger templates The Transformers by Blog Tips And Trick 2009